Kutukan Minyak

Topik kehebohan di media pada beberapa hari terakhir ini adalah masalah harga BBM yang rencananya mau dinaikkan (update : sekarang sudah naik dari 4500 menjadi 6500 rupiah). Pemerintah sudah tidak kuat lagi untuk mensubsidi penggunaan BBM di negeri ini. Banyak alasan yang dilontarkan oleh pemerintah terkait dengan rencana ini. Tentunya, pemerintah sudah memikirkan matang-matang jika kenaikan harga ini dalam jangka panjang akan menyejahterakan rakyat.

Banyak alasan yang sudah tersiar di masyarakat, antara lain : subsidi BBM salah sasaran. Yang paling diuntungkan dari harga murah BBM adalah orang-orang berkecukupan yang mempunyai kendaraan pribadi, bukan rakyat kecil. Rakyat kecil tidak merasakan manfaat apa-apa dengan harga BBM yang murah seperti itu. Oleh karena itu, dana yang dipakai untuk subsidi, seharusnya dipakai untuk menyejahterakan semua kalangan. Yang kedua, pemerintah mengalami defisit anggaran yang sangat besar karena subsidi BBM yang berlebihan ini. Tahun 2012 lalu pemerintah mengalami defisit 146 trilyun rupiah akibat kuota subsidi minyak.

Satu hal yang membuatku keheranan adalah, mengapa bisa seheboh ini?

Seperti yang kalian ketahui, minyak itu bukanlah kebutuhan pokok kita. Tapi entah kenapa naik-turunnya harga minyak pasti berimbas pada segala aspek kehidupan di masyarakat. Minyak hanyalah bahan bakar untuk beberapa jenis alat transportasi yang menggunakan mesin bermotor. Padahal transportasi tak harus menggunakan mesin bermotor. Masih ada sepeda, becak, dokar, sampan, perahu layar, balon udara, dan lain-lain.

Sedangkan transportasi sendiri hanyalah salah satu bagian dari aktivitas untuk menunjang kehidupan kita. Tanpa alat transportasi apa pun kita masih sanggup untuk bergerak dan berpindah tempat (kaki).

Sudah agak jelas kan. Bahwa sebenarnya minyak itu bukanlah salah satu kebutuhan asasi kita, namun hanya kebutuhan yang kita buat-buat saja. Walaupun kita tak memerlukan hal itu, tapi karena gengsi dan berbagai alasan individualis lainnya, kita akhirnya menisbatkan bahwa itu perlu. Dan parahnya, semua orang berpikir demikian. Setiap orang merasa perlu memiliki kendaraan pribadi, dan lihatlah apa yang terjadi. Jalanan macet, sumpek, panas, polusi, dan BBM menjadi candu.

Sebenarnya dari dulu juga sudah jelas dampak buruk dari penggunaan kendaraan bermotor, terutama yang berbahan bakar minyak. Mulai dari polusi, proses produksi yang sulit, hingga persediaan yang semakin menipis dari muka bumi. Walaupun sudah sadar akan dampak-dampak itu, tapi kita masih saja mengandalkan bahan bakar minyak, tanpa mencari solusi yang lebih baru.

Beberapa waktu lalu aku membaca sebuah anekdot. Alkisah beberapa tahun di masa depan, planet kita kedatangan tamu alien. Pimpinan planet bumi pun menyambut kedatangan para alien tersebut sambil memamerkan mesin-mesin canggih yang kita miliki. Namun Alien itu malah menertawakan keprimitifan makhluk bumi. Kenapa? Di saat planet para alien itu sudah mendayagunakan sumber energi yang abadi dan dapat diperbarui, manusia masih sibuk menggali tanah untuk mencari sisa-sisa jasad renik yang membusuk untuk dijadikan bahan-bakar.

Ketergantungan kita akan minyak sudah kelewat batas, sebenarnya hal ini pun sudah terlambat walaupun disadari beberapa puluh tahun lalu. Sebagaimana dampak ketergantungan, jika sumber ketergantungan itu hilang, maka kita akan sengsara. Cara terbaik untuk mengobati ketergantungan adalah dengan membiasakan diri sedikit demi sedikit untuk mengurangi konsumsi kita, dalam hal ini konsumsi BBM. Entah itu bepergian dengan berjalan kaki maupun menaiki sepeda, atau dengan tidak bepergian sama sekali. Jika kita rutin dan terus menerus mengiterasi, maka ketergantungan itu pun akan hilang. Dan kita tak perlu lagi mempedulikan harga dan persediaan minyak di bumi ini. (Selama kita masih belum menemukan sumber energi baru yang lebih sustainable).