Euforia Hari-Hari Pertama

Tak ada yang lebih indah sesendok kopi yang diramu dengan gula dan diseduh air panas. Ditemani dingin aku mencoba mengusir sepi. Bersama kita pelan-pelan menenangkan diri. Menarik napas dan pelan-pelan melepas lelah hasil dari ritual kamaba seharian. Acara demi acara terus menerus terlewati. Dengan penuh suka cita aku kembali ke Jakarta, untuk mencoba-coba merasa bagaimana jadi mahasiswa. Balairung dikeroyok massa, segala sisi penuh dengan insan putih-putih, kita mencoba menggetarkan Indonesia. Inilah gerombolan paling masif yang pernah kutemui dan aku bangga menjadi bagiannya.

Pagi-pagi sekali, kejar-kejaran dengan melajunya matahari pagi yang matanya pun masih menyala merah. Kita sudah siap dengan semangat yang mengapi membara. Dari delapan ribu asal, dari delapan ribu tempat bermalam, kita satu tujuan, menuju satu ruangan. Tak terkata betapa merdunya riuh tepuk tangan dan lagu-lagu menggema yang kita nyanyikan. Tak sanggup ternilai pula rangkaian-rangkaian kegiatan yang kita lalui bersama. Aku yakin semua ini tak ada duanya, di manapun.

Kita dipersilakan untuk menikmati kebersamaan. Kita diberikan kesempatan untuk belajar dan berkembang. Namun entah mengapa, banyak pula yang malas datang. Padahal adalah hak mereka untuk mendapatkan bongkahan berlian, aku tak habis pikir, mengapa mereka menolaknya. Ada juga mereka yang datang, tetapi hanya menghadiri absensi awal, lalu kembali pulang. Dan mereka datang lagi, ketika ada absensi akhir. Ibarat meminta struk pembelian, namun membuang perhiasan yang kita beli. Aneh sekali.

Aku sangat bersyukur sekali, aku diarahkan oleh benang-benang takdir menuju sebuah kebun yang indahnya mendekati surga. Semoga aku tak mengkhianati kemuliaan ini. Semoga aku tak tergoda untuk merasakan buah khuldi. Berbagai godaan-godaan yang oleh mata terindera sebagai bidadari, namun ketika hati dan rasionalitas yang merasa, semua itu hanya kesemuan belaka. Ketika kebodohan telah terbuang, ketika kendali diri terpasang, tentu garis tipis pemisah haq dan batil, akan menjadi sejelas tembok yang tak akan menyisakan sedikitpun ilusi.

Semoga euforia ini tak terhenti, semoga semangat ini tak ada menyerahnya. 🙂